Kamis, 05 April 2012

BEKERJA DAN BERJUANG YANG MENJADI KEWAJIBAN KITA, SEMENTARA

HASIL DAN KESUKSESAN ADALAH URUSAN TUHAN


Malam Jum’at tanggal 5 April menjelang jam delapan di Jalan Airlangga Mataram. Seorang perempuan belia dengan dandanan yang modis khas anak muda di depan sebuah toko hp dengan sebuah mike di depan mulutnya. Dengan bahasa khas anak muda dia coba merayu orang yang lalu lalang di depannya. “ buat kamu yang doyan musik, hp baru ini menawarkan fiture dan system suara yang pasti pas di telinga kamu.. bla..bla..bla… . Beberapa saat saya amati, tidak satupun orang mendekatinya,tapi dia tetap asyik dengan celotehannya. Saya pun berlalu.

Sekitar setengah jam kemudian saya kembali melintas dan berhenti lagi beberapa jarak dari perempuan itu. Lalu lintas di depannya masih ramai, sementara beberapa orang pejalan kaki juga melintasinya, dan tak juga ada yang berhenti untuk merespon jualannya. Tapi perempuan itu tetap semangat, tetap dengan senyum ceria, dan dengan kelincahannya tetap berkicau menawarkan jualannya.

Sampai jarum jam di tangan saya menunjuk pada angka sembilan,baru perempuan itu menghentikan suaranya dan kemudian beberapa laki – laki membereskan berbagai piranti yang ada. Nampaknya toko itupun akan segera tutup.

Sepertinya perempuan muda itu dengan gaya dan kemampuannya telah dibayar untuk beberapa jam menjajakan berbagai model hp di toko itu. Penuh semangat dia jalani, walaupun lebih satu jam itu tidak satupun orang menanggapinya. Mungkin itu yang disebut kerja secara professional.

Di bagian jalan yang lain, sekitar empat ratus meter dari toko hp itu seorang laki – laki tua duduk mencangkung di atas trotoar jalan. Dengan baju dan kain sarung lusuh yang disandang, dan handuk kecil yang agak kotor tersampir di pundaknya. Beberapa batang sapu ijuk yang masih terikat rapi teronggok di sampingnya. Saya berhenti dan coba mengajaknya berbincang. Pak Saad namanya, usia memasuki kepala enam, dari Desa Gegerung, sekitar delapan kilometer arah timur laut Kota Mataram. Sejak jam sepuluh pagi dia keluar rumah, berkeliling kota menjajakan sapu ijuknya, dan sampai lebih jam sembilan malam itu baru satu batang sapu ijuknya yang dibeli orang dengan harga dua belas ribu rupiah. Sapu ijuk itu bukan dia sendiri yang membuat tapi tetangga di kampungnya, dan untuk satu batang yang sudah terjual dia mendapat keuntungan tiga ribu rupiah.

Di tengah obrolan dengan saya, sebuah mobil Kijang Innova berhenti. Seorang perempuan setengah baya turun dan mengulurkan selembar uang lima ribuan, tanpa membeli sapunya. Beberapa menit kemudian berhenti pula seorang laki – laki muda dari sepeda motornya, memberikan beberapa lembar uang seribuan bersama sebungkus nasi. “ Terima kasih banyak pak “ kata Pak Saad dengan sedikit binar matanya. “ Inilah rejeki saya hari ini pak” , ujar laki – laki tua itu kemudian pada saya. “ Namanya orang jualan,kadang dapat uang kadang juga tidak”, lanjutnya. Dari nada suaranya tidak saya temukan sedikitpun nada lelah dan keputusasaan. Padahal saya yakin, dia duduk di trotoar itu karena kelelahan setelah berkilo - kilo meter dia keliling dengan sapu ijuk yang dipikulnya. Yang saya dengar adalah sebuah kepasrahan atas rejeki dari ikhtiarnya hari ini.

Pak Saad dengan kemiskinan dan keluguannya tentu sangat berbeda dengan perempuan muda yang modis dan lincah di depan toko hp tadi. Perempuan itu masih punya banyak peluang untuk berkembang, berubah, dan berlari mengejar mimpi – mimpinya. Sementara bagi Pak Saad hanya berkeliling kota dengan memikul sapu ijuk yang dia tahu untuk mempertahankan hidupnya.

Tapi ada satu hal yang saya lihat sama di antara kedua orang itu. Keyakinan dan semangat untuk kerja, kerja dan kerja. Soal hasil dan rejeki Tuhan lah yang mengaturnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar