kehidupan

SINGKONG DAN KEJU

Pada pertengahan tahun delapan puluhan sebuah group musik Bill & Broad sangat populer dengan lagu – lagu yang agak jenaka. Tetapi di tengah kejenakaan itu terkadang ada terselip makna & cerita yang cukup menarik untuk disimak. Salah satunya lagu Singkong dan Keju. Sebuah lagu yang bercerita tentang perbedaan strata sosial dalam masyarakat. Antara kaya dan miskin, papa dan berada, juga gaya hidup antara tradisional dan modern.
Suatu malam ketika saya jalan – jalan di kawasan pertokoan di Jalan Pejanggik, Cakranegara Mataram, mata saya tertambat pada satu sosok laki – laki tua yang tengah duduk mencangkung menunggui keranjang jualannya di teras salah satu toko roti & kue yang cukup besar. Momentum itu langsung mengingatkan saya pada lagu jadul Bill & Broad di atas. Tapi yang saya lihat ini bukan lagi sekedar kiasan, melainkan singkong dan keju dalam arti yang sebenar –benarnya. Laki – laki tua itu berjualan kacang rebus, jagung rebus, ubi dan singkong rebus, di depan sebuah toko roti yang penuh dengan aroma keju, entah bernama klapertaart, burger, brownies,etc.
Ada dua hal menarik yang muncul di benak saya memperhatikan bapak tua itu. Pertama, sekarang ini singkong dan keju tidak lagi harus diperhadapkan sebagai dua hal berbeda yang saling berkontradiksi. Bahkan salah satu camilan yang mulai populer dijajakan di jalanan adalah gorengan singkong berbumbu keju. Keduanya bisa menyatu dan bersinergi menciptakan rasa baru.
Begitu pula dalam berbagai lapangan yang lain. Kaya dan miskin, besar dan kecil, modern dan tradisional tidak harus berkontradiksi dan saling meniadakan. Dengan kesadaran dan pemahaman membangun sinergi dan win – win solution keduanya bisa saling melengkapi.
Kedua, saya kagum dan angkat topi pada semangat bapak tua penjual singkong rebus itu. Di tengah stigma tentang masyarakat yang malas, tidak mau kerja keras, bapak tua itu menunjukkan pada kita sosok yang berbeda.