
SMALL IS BEAUTIFUL
Salah satu hambatan yang sering menekan keinginan seseorang untuk menjadi wirausahawan adalah malu ketika harus melakukan pekerjaan yang oleh sementara orang dianggap remeh, kasar , apalagi kotor atau membuat tangan blepotan. Masih banyak anak muda yang ter-obsesi bahwa bekerja adalah berpakaian rapi, baju berstrika halus, dan bersepatu. Terlebih bagi anak – anak muda yang doyan nonton sinetron, bayangannya tentang wirausahawan pun terpengaruh dengan karakter tokoh anak muda dengan profesi sebagai pengusaha yang sering muncul sebagai tokoh utamanya. Yang ganteng, berjas dan berdasi, dengan mobil mahal yang mengkilat. Walaupun ternyata dalam alur cerita yang diperankan hampir tidak pernah ngomongin jalannya usaha, tapi lebih banyak berkelahi soal harta warisan, rebutan pacar, atau perselingkuhan.
Terlebih bila kita perhatikan pola pikir instant yang banyak merasuki masyarakat dewasa ini. Seringkali segala sesuatu ingin dicapai dengan jalan yang mudah, cepat, tanpa kerja keras dan proses yang panjang.
Bagi seorang wirausahawan pemula, memulai dari yang kecil adalah sebuah langkah yang paling rasional. Walaupun mungkin keuntungan atau pendapatan awal yang diterima juga kecil, tapi kalau bisa tekun dalam menjalankan dan mengembangkannya, sabar, fokus, dan kreatif, maka pertumbuhan untuk menjadi besar hanyalah soal waktu saja. Apalagi kalau dalam skala kecil pun sudah bisa diterima pasar, maka perkembangannya pun tidak sulit. Termasuk bila usaha kecil itu adalah sebuah pekerjaan yang dianggap remeh.
Siang tadi setelah menyelesaikan sebuah urusan di Kabupaten Lombok Utara, dalam perjalanan pulang saya sempat berhenti untuk menikmati sate ikan yang banyak dijual di pinggir jalan di sekitar Pasar Tanjung. Sambil nunggu sate itu dibungkus saya pun ngobrol dengan penjualnya. Yang bikin saya kaget adalah informasi dari ibu penjual sate itu bahwa rata – rata penjualannya adalah empat ratus lima puluh sampai lima ratus ribu rupiah per hari. “ Kalau keuntungannya dua puluh lima persen berarti pendapatan ibu per hari bisa seratus lima puluh ribu rupiah dong.. “ Kalkulator di otak saya pun langsung menghitung perkiraan pendapatan ibu itu per bulan, empat sampai empat setengah juta rupiah. “ Ya lumayan pak.. bisa ngasih sangu bulanan anak sekolah di Mataram,” Jawab ibu itu. Rupanya anak ibu penjual sate itu ada yang sedang kuliah di salah satu perguruan tinggi di Mataram.
Di tangan ibu itu sate sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan belanja di rumah dan membiayai sekolah anaknya. Sudah bertahun – tahun dia berjualan, dan sampai hari ini masih dengan tampilan yang sama, rasa yang sama, juga skala usaha yang tetap.
Di tangan seorang anak muda yang kreatif dan berani, sangat mungkin sate ikan di pinggir jalan seperti itu akan berkembang menjadi sebuah rumah makan, produk kemasan yang dikirim ke luar daerah, atau bahkan menjadi icon pariwisata. Dan sebetulnya tidak hanya sate tapi bisa juga makanan yang lain, camilan, olahan hasil pertanian, kerajinan, produk seni, atau bahkan sampah, ketika bertemu dengan anak muda yang memiliki semangat wirausaha, berani dan berdaya juang , tekun, dan kreatif, bisa berubah menjadi sesuatu yang berharga, membanggakan, dan memberi manfaat bagi banyak orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar