Deretan perahu nelayan yang sedang tidak melaut berjajar pada hampir sepanjang garis pantai. Jajaran puluhan sampan yang tertambat dan rumah – rumah yang berhimpitan menandakan bahwa pantai ini merupakan kawasan pemukiman para nelayan, bukan tempat wisata. Namun pantai yang landai dengan hamparan pasir yang cukup bersih tetap nyaman dan menarik untuk didatangi para pengunjung yang ingin sekedar bersantai sejenak melepas lelah. Terutama pada sore menjelang malam, ketika matahari yang terbenam di ufuk barat menjadi pemandangan yang sungguh mempesona. Air laut yang biru telah berubah kelabu, berpadu warna kuning keemasan yang berkilau karena terpaan sinar matahari. Sementara warna langit yang biru tua dan awan putih yang berarak ditiup angin ke barat menjadi semakin indah tersoroti sinar matahari berwarna lembayung kemerahan. Sungguh komposisi warna alam yang menakjubkan. Membuat banyak orang yang berkunjung betah duduk di atas hamparan pasir menikmati semua itu, hingga tiba saat matahari tenggelam dengan sempurna dan semua berubah menjadi hitam.
Itulah perkampungan nelayan di Desa Montong Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat, tepatnya di sekitar gapura ucapan selamat datang yang merupakan pintu gerbang memasuki kawasan wisata Senggigi.
Selain tenggelamnya matahari yang merupakan atraksi alam yang mempesona, ada lagi daya tarik yang membuat banyak orang sering berkunjung ke pantai ini, yaitu beberapa warung makan yang menyajikan ikan bakar sebagai menu utamanya. Warung – warung itu dibangun dengan sangat sederhana, berhimpit menyatu dengan tempat tinggal para penjualnya. Menunya pun sederhana pula, hanya ikan bakar dengan sambal tomat atau sambal kecap, kadang dilengkapi dengan beberuk , sayur bening atau pelecing kangkung. Kemudian untuk menyantapnya terdapat beberapa tempat yang bisa kita pilih, mau di meja, duduk bersila di balai – balai bambu, atau minta digelarkan tikar di atas pasir pantai. Walaupun menunya sederhana, tapi didukung dengan suasana pantai yang segar dan keramahan panjualnya serta harga yang sangat terjangkau, maka warung – warung sederhana itu telah memiliki banyak pelanggan yang cukup setia. Seperti penuturan Inaq Sur, salah satu pemilik warung makan di situ ketika saya ajak berbincang sambil menyiapkan makanan yang saya pesan. Berbagai kalangan menjadi pelanggannya sejak dia berjualan lebih sepuluh tahun lalu, baik kalangan bisnis, birokrat , politisi, baik yang datang sendiri atau bersama keluarga, maupun datang berombongan bersama para koleganya. Bahkan beberapa orang wisatawan asing yang sering berkunjung ke Lombok ada yang selalu menyempatkan diri bersantap di warungnya setiap kali datang.
Selesai saya menunaikan sholat maghrib di musholla sebelah warung, Inaq Sur telah menyelesaikan pekerjaannya. Di meja kayu yang bulat di bawah pohon waru di depan warungnya telah terhidang ikal tongkol bakar, sambal tomat, beberuk kacang panjang, sayur bening bayam dan jagung, juga irisan bawang merah dan cabai rawit dalam piring kecil yang bersama tuangan kecap manis pasti akan menyempurnakan kelezatan hidangan itu. Karena tidak ada pengunjung yang lain, setelah menghidangkan kopi buat suaminya Inaq Sur pun duduk sambil mengobrol menemani santap malam saya.
Sayup sayup terdengar suara serangga malam yang bersahut-sahutan di antara pohon-pohon kelapa dan ketapang di tepian pantai. Sementara di kejauhan lampu-lampu perahu nelayan yang tengah melaut tampak berkelap kelip bagai seribu kunang-kunang yang beterbangan. Dinginnya hembusan angin laut sedikit terlawan oleh pedasnya sambal tomat dan beberuk yang menghangatkan badan saya. Bintang – bintang di langit pun mulai bermunculan, mengiringi datangnya malam yang kian sempurna. Sesempurna kegembiraan saya pada rekreasi sederhana itu, setelah menikmati indahnya pesona atraksi alam dan lezatnya ikan bakar masakan Inaq Sur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar